Masalah Yuridiksi Hukum dalam Cyber Crime dan Solusi
Yuridiksi Hukum dalam Cyber Crime dan Solusinya
Pentingnya Yuridiksi
Yuridiksi merupakan aspek yang sangat krusial sekaligus kompleks, khususnya berkenaan dengan pengungkapan kejahtan-kejahatan di dunia maya yang bersifat internasional (International cyber crime), dengan adanya kepastian yuridiksi maka suatu negara memperloleh pengakuan dan kedaulatan penuh untuk berbagai aturan dan kebijaksanaanya secara penuh. Dan kekuasaan tersebut harus di hormati oleh negara lainnya sebagaimana kekuasaan yang dimiliki oleh negara-negara lainnya.
Pengertian Yuridiksi
Menurut kamus Bahasa Indonesia, Yuridiksi merupakan “kekuasaan mngabdi lingkup kuasa kehakiman atau peradilan”. Yuridiksi merupakan “lingkup hak dan kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah atau lingkungan tertentu; kekuasaan hukum.
Problem Yuridiksi (Barda Nawawi Arief)
1. Problem Yuridiksi yang menonol adalah masalah yuridiksi yudisial (kewenangan mengadili atau menerapkan hukum) dan yuridiksi eksekutif (kewenangan melaksanakan putusan) daripada masalah yuridiksi legislative (kewenangan pembuatan hukum)
2. Masalah yuridksi yudisial/adyudikasi dan yuridiksi eksekutif sangat terkait dengan kedaulatan wilayah dan kedaulatang hukum masing-masing negara.
Penerapakan Yuridiksi
Harus diakui bahwa menerapkan yuridiksi yang tepat dalam kejahatan di dunia maya (cybercrime) bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena jenis kejahatannya bersifat internasional sehingga banyak bersinggungan dengan kedaulatan banyak negara (system hukum negara lain).
Ruang lingkup Yuridiksi Cyberspace (Masaki Hamano)
Ada 3 lingkup yuridiksi cyberspace yang dimiliki negara berkenaan dengan penetapan dan pelaksanaan pengawasan terhadap setiap peristiwa, setiap orang dan setiap benda.
1. Yuridiksi Legislatif : untuk menerapkan undang-undang
2. Yuridiksi Yudisial : untuk menegakkan hukum
3. Yuridiksi Eksekutif : untuk menuntut
Yuridiksi di atas berkaitan dengan batas batas kewenangan negara di tiga bidang penegakkan hukum, yaitu:
1. Kewenangan pembuatan hukum substantive
2. Kewenangan mengadili dan menerapkan hukum
3. Kewenangan melaksanakan/memaksakan kepatuhan hukum yang dibuatnya.
Asas penentuan hukum yang berlaku
1. Subjective territoriality (keberlakuan hukum berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain)
2. Objective territoriality (hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang merugikan bagu negara yang bersangkutan.
3. Natioanlity (negara mempunya yuridiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan yang berlaku)
4. Passive Nationality ( yiridkisi hukum berdasarkan kewarganegaraan korban)
5. Protective principle (berlakunya hukum berdasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan di luar wiayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara/pemerintah
6. Universality (setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum pelaku pembajakan, termasuk kejahatan HAM).
Yuridiksi dalam Undang-Undang ITE.
Undang undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengatur yuridiksi didalamya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 UU ITE:
“ Undang-undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik berada di wilayah hukum Indoensia ataupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indoensia dan merugikan kepentingan Indonesia.”
Undang-undang ITE ini memiliki jangkauan yuridikisi tidak hanya untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indoensia dan atau dilakukan oleh WNI, tetapi juga perbuatan hukum yang berlaku di luar wilayah hukum Indoensia, baik oleh WNI, WNA, badan hukum Indoensia maupub Badan Hukum Asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan TIK dapat bersifat lintas territorial/universal.
Yuridiksi menurut hukum pidana internasional
Yuridiksi menurut hukum pidana internasional merupakan kekuasaan/kompetensi hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum). Yuridiksi ini adalah refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak ikut campur tangan.
Yuridiksi suatu negara yang diakui humum international dalam pengertian konvensional, didasarkan pada bataas-batas geografis, semantara komunikasi multimedia bersifat internasional, multi yuridiksi, tanpa batas, sehingga sampai saat ini belum dapat dipastikan bagaimana yuridiksi suatu negara dapat diberlakukan terhadap komunikasi multimedia sebagai salah satu pemanfaatan teknologi informasi.
Yuridiksi suatu negara yang diakui humum international dalam pengertian konvensional, didasarkan pada bataas-batas geografis, semantara komunikasi multimedia bersifat internasional, multi yuridiksi, tanpa batas, sehingga sampai saat ini belum dapat dipastikan bagaimana yuridiksi suatu negara dapat diberlakukan terhadap komunikasi multimedia sebagai salah satu pemanfaatan teknologi informasi.
Convention on Cybercrime
1. Negara yang bergabung dalam Uni Eropa (Council of Europe) pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria telah membuat dan menyepakati Convention on Cybercrime yang kemudian dimasukkan ke dalam Europan Treaty Series.
2. Tujuan Convention tersebut adalah untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
3. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Yuridiksi diataur dalam Article 22 Convention on Cybercrime (Barda Nawawi Arif)
Tiap pihak (Negara) akan mengambil langkah-langkah legislative dan langkah-langkah lain yang diperlukan untuk mentapkan yuridksi terhadap setiap tindakan pidana yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 2-11 konvensi ini, apabila tindakan itu dilakukan:
_________________________________________________________________________1. Di dalam wilayah teritorialnya; atau
2. Di atas kapal yang mengibarkan bendera negara yang bersangkutan; atau
3. Di atas pesawat yang terdaftar menurut hukum negara bersangkutan; atau oleh seorang warga negaranya, apabila tindak pidana itu dapat dipidanan menurut hukum pidana di tempat tindak pidana itu dilakukan atau apabila tindak pidana itu dilakukan di luar yuridiksi territorial setiap negara.
4. Tiap negara berhak untuk tidak menerapkan atau hanya menerapkan aturan yuridiksi sebagai mana dalam ayat(1)b-ayat(1)d Pasal ini dalam kasus-kasus atau kondisi-kondisi tertentu.
5. Tiap pihak (negara) akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menetapkan yuridiksi terhadap tindak pidana yang ditunjuk dalam Pasal 24 ayat (1) Konvesi ini dalam hal tersangka berda di wilayah dan negara itu tidak mengekstraidisi tersangka itu ke negara lain (semata-mata berdasar alasan kewarganegaraan tersangka), setalah adanya permintaan ekstradisi.
6. Konvensi ini tidak meniadakan yuridiksi criminal yang dilaksanakan sesuai dengan hukum domestic (hukum negara yang bersangkutan);
7. Apabila dari satu pihak (negara) menyatakan berhak atas yuridiksi tindak pidan konvensi ini, maka para Pihak yang terlibat akan melakukan konsultasi untuk menetapkan yuridiksi yang paling tepat untuk penuntutan.
Refrensi
Bambang Sutiyoso, S. M. (2015). Manajemen, Etika
dan Hukum Teknologi Informasi. Yogyakarta: UII Press.
0 komentar: